MEDIA INDONESIA NEWS
Opini
Olah Raga
Hiburan
Media Indonesia News Pilar Negara Dalam Mencegah dan Memberantas Korupsi, Sinergis Bersama Penegak Hukum

OPINI

02 Desember 2023,    15:13 WIB

Pembudayaan Pancasila, Spirit Komunitarian, dan Kolaborasi


rfd-ips

Pembudayaan Pancasila, Spirit Komunitarian, dan Kolaborasi

Agil Nanggala

Oleh Agil Nanggala

Tantangan Internal dan Eksternal

Mediaindonesianews.com: Mewujudkan kehidupan politik dan sosio-kultural yang demokratis, beradab, toleran, modern dan progresif, tentu perlu didasarkan pada nilai-nilai Pancasila, juga Undang-Undang NRI Tahun 1945, maka penting transformasi moral publik itu pada generasi muda, selaku pemimpin bangsa di masa depan. Fenomena globalisasi yang masif selain membawa manfaat positif, juga menimbulkan dampak negatif, seperti, sekularisme, westernisasi, individualisme, ketimpangan sosial dan ekonomi, lalu post truth, maka penting pembudayaan Pancasila secara holistik dan representatif, agar globalisasi turut berdampak pada kemajuan bagi Indonesia, bukan menimbulkan anomali, seperti, merusak moral publik, integrasi sosial, dan kebudayaan bangsa.

Globalisasi bersifat anomali, karena memuat dampak positif juga dampak negatif, realitas sosial akibat itu adalah, memudarnya nilai-nilai Pancasila pada generasi muda, dengan bukti, individualisme, oportunis, konsumtif, intoleransi, ketimpangan sosial, dan yang lainnya, maka penting sifat komitmen dan konsisten pada Pancasila, selaku upaya menjaga peradaban Indonesia (Rahma, et al. 2022). Pada basisnya, globalisasi adalah tantangan bersifat eksternal, tentu realitas itu tidak bisa dihindari, karena hanya membuat Indonesia menjadi negara-bangsa terbelakang, tetapi perlu dihadapi berbasis modal sosial, yaitu, nilai-nilai Pancasila, dengan membudidayakannya pada generasi muda.

Realitas Indonesia yang plural secara agama, dan multikultural secara budaya, tentu perlu menjadi modal sosial dan semangat kebersamaan untuk mencapai puncak peradaban agung Indonesia (civil society), mengingat Indonesia adalah negara yang menganut paham demokrasi, ketuhanan, dan kesejahteraan, maka penting realisasi kebijakan politik pemerintah yang inklusif dan kesukarelaan setiap warga negara dalam menjaga integrasi nasional.

Berbasis pada data BPS (2011) menegaskan jumlah suku bangsa yang eksis di Indonesia, adalah lebih dari 1.300 suku bangsa, lalu bisa dikategorisasikan menjadi 31 kelompok besar suku bangsa, tentu realitas itu, selain menjadi identitas, kekuatan dan ketahanan Bangsa Indonesia, juga menjadi potensi untuk timbulnya konflik horizontal, apabila keberagaman bangsa tidak dikelola secara bijaksana, toleran, berkelanjutan serta demokratis, selaku tantangan bersifat internal, tentu konflik horizontal sangat tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar NRI 1945, karena hanya akan menimbulkan krisis multidimensional, yang merusak persatuan, kemanusiaan, serta integrasi sosial.

Berbasis tantangan eksternal juga internal itu, maka penting dalam habituasi Pancasila secara kolaboratif dan inklusif berbasis pentahelix, untuk membentuk generasi muda yang cinta damai, demokratis, peka sosial, dan toleran, agar terhindar dari konflik horizontal, yang merusak persatuan nasional dan nilai kemanusiaan.

Komunitarian, Kolaborasi dan Pembudayaan Pancasila

Pembudayaan Pancasila berbasis kolaborasi pentahelix untuk membangun generasi muda Indonesia yang Pancasilais, tentu berbasis teori kewarganegaraan komunitarian, yang menegaskan pentingnya kebersamaan, persatuan nasional, dan soliditas sosial untuk merealisasikan cita-cita nasional, atau kemajuan peradaban.  Kewarganegaraan komunitarian, dikembangkan oleh Etzioni, dengan berbasiskan realitas kebangsaan Amerika Serikat yang timpang dengan konsensus kebangsaannya, akibat individualisme dan intoleransi maka model komunitarianisme adalah alternatif tradisi kewarganegaraan untuk mengatasi realitas itu, yang mengutamakan persatuan dan keseimbangan hak juga kewajiban, model komunitarianisme perlu dihabiskan secara preventif dan inklusif, lalu memberdayakan komunitas sosial secara inklusif (Crawford, 1996).

Substansi itu menegaskan teori Kewarganegaraan komunitarian begitu relevan untuk dioptimalkan menjadi landasan teori dalam pembudayaan Pancasila berbasis kolaborasi pentahelix untuk membangun generasi muda Indonesia yang Pancasilais, mengingat Indonesia memiliki modal sosial bersifat mumpuni, selaku bukti eksisnya tradisi komunitarian di Indonesia, yaitu, Pancasila, gotong royong, serta integrasi sosial, untuk membudayakan Pancasila melalui model kolaborasi pentahelix, agar holistik dan representatif. Pembudayaan Pancasila berbasis kolaborasi pentahelix, berupaya untuk mewujudkan sinergitas dan upaya nyata bersama, selaku ruang komunikasi dan kerja sama lintas sektor, untuk membudayakan Pancasila pada generasi muda, secara inklusif serta berkelanjutan, agar bersifat efektif juga efisien. Pembudayaan Pancasila berbasiskan kolaborasi pentahelix untuk membangun generasi muda Indonesia yang Pancasilais memuat spirit kebersamaan, aksi filantropi, kesukarelaan dan civic movement atau gerakan kewarganegaraan yang peduli pada keberlangsungan negara-bangsa Indonesia, serta kemajuan peradabannya, terlebih integrasi sosial, multikulturalisme juga gotong royong merupakan kepribadian Bangsa Indonesia, yang perlu dioptimalkan untuk kepentingan bersama atau civil society.

Teori komunitarian Kewarganegaraan, yang menekankan urgensi kebersamaan dan keseimbangan penerapan antara hak dan kewajiban warga negara, adalah alternatif atas teori Kewarganegaraan liberal yang menekankan penerapan hak warga negara, dan republican, yang menekankan pentingnya penerapan kewajiban warga negara, maka aspek pengembangan teori komunitarian, tentu mengarah pada applied theory, karena bersifat praktis, yang tercermin model pembudayaan Pancasila berbasis kolaborasi pentahelix untuk membangun generasi muda Indonesia yang Pancasilais.

Pembudayaan Pancasila berbasis kolaborasi pentahelix untuk membangun generasi muda Indonesia yang Pancasilais, bisa dimaknai selaku siasat dan upaya bersama atau kolaboratif lintas sektor (pemerintah, akademisi, komunitas atau masyarakat, swasta dan media), untuk menghabituasikan nilai-nilai Pancasila pada generasi muda bangsa Indonesia, untuk mencapai puncak peradaban agung (civil society), berbasus pada teori kewarganegaraan komunitarian, dan aksi filantropi untuk mewujudkan kepentingan bersama. Implementasi pembudayaan Pancasila berbasis kolaborasi pentahelix untuk membangun generasi muda Indonesia yang Pancasilais, setiap pihak diberi keleluasaan dalam melakukan eksplorasi, kolaborasi dan inovasi pada program kerja dan praktik pembudayaan Pancasila pada generasi muda

Model Implementasi dan Kolaborasi

Pada basisnya realisasi atau implementasi model pembudayaan Pancasila berbasis kolaborasi pentahelix untuk membangun generasi muda Indonesia yang Pancasilais, perlu disertai komitmen serta konsistensi setiap pihak secara pentahelix (pemerintah, akademisi, komunitas atau masyarakat, swasta dan media), pada spirit kebersamaan, gotong royong dan integrasi sosial, untuk membudayakan Pancasila secara kolaboratif, inklusif dan berkelanjutan dalam membangun generasi muda yang Pancasilais. Dalam implementasi model pembudayaan Pancasila berbasis kolaborasi pentahelix untuk membangun generasi muda Indonesia yang Pancasilais diperlukan komitmen dan konsistensi dari setiap pihak atau sektor terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, selaku basis moral dalam membudayakan Pancasila pada generasi muda, melalui aksi filantropi (bijaksana dan sukarela).

Pembudayaan Pancasila berbasis kolaborasi pentahelix untuk membangun generasi muda Indonesia yang Pancasilais, adalah integrasi dari berbagai orientasi, kebijakan, program kerja, juga political will setiap unsur atau sektor secara pentahelix (pemerintah, akademisi, komunitas atau masyarakat, swasta, juga media, agar terpadu, kolaboratif, dan berkelanjutan, sehingga bermakna, juga berdampak nyata bagi pembangunan mental, nilai juga karakter generasi muda yang Pancasilais. Realiasi pembudayaan Pancasila berbasis kolaborasi pentahelix, memuat beberapa tahap, agar tersistematis, terstruktur juga masif, yaitu: 1) perampungan konstruksi berpikir ilmiah, 2) finalisasi kolaborasi program, 3) implementasi program, 4) peneguhan komitmen dan konsistensi secara pentahelix, 5) evaluasi dan tindak lanjut, dan 6) sosialisasi secara masif, selaku civic movement yang membudayakan Pancasila pada generasi muda, secara inklusif dan berkelanjutan.

Pembudayaan Pancasila berbasis kolaborasi pentahelix adalah paradigma, strategi, dan upaya baru dalam pembudayaan Pancasila pada generasi muda secara kolaboratif, modern, menyenangkan, ilmiah, inklusif, dan berkelanjutan, untuk mengatasi realitas pembudayaan Pancasila yang sebatas seremonial dan terhambat oleh ego sektoral, tentu upaya kolaboratif pembudayaan Pancasila pada generasi muda, agar Pancasilais, memuat political will, aksi filantropi, juga spirit kebersamaan, supaya mengarah pada civic movement yang membudayakan Pancasila pada generasi muda, agar Indonesia mampu mewujudkan puncak peradabannya.

 

Penulis adalah Dosen Universitas Pendidikan Indonesia