HUKUM DAN KRIMINAL
istimewa
Jakarta-Mediaindonesianews.com: Masyarakat Jakarta Utara mengeluh salah satu pemicu maraknya aksi tawuran dan premanisme di wilayahnya akibat bebasnya peredaran obat keras berjenis tramadol. Obat yang dalam kategori daftar G (Gevaarlijk=Berbahaya) tersebut dijual bebas di toko-toko obat atau toko kosmetik, bahkan ada juga penjualan di apotik namun tanpa melalui resep dokter.
Salah satu Ketua RW di wilayah Tanjung Priok, Jakarta Utara mengungkapkan bahwa, banyak anak-anak muda yang didapati mengonsumsi obat terlarang tersebut dan malam mereka melakukan aksi tawuran.
“kami pernah mendapati mereka sedang mengomsumsi obat tersebut dan malamnya mereka melakukan tawuran” katanya memohon namanya tidak di sebut, Selasa (18/3).
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa obat-obatan tersebut mudah didapat meski tanpa resep dokter.
“salah satu penyebab mereka berani melakukan aksi tawuran di karenakan mengkomsumsi obat-obat Tramadol yang sangat mudah didapat melalui toko-toko kosmetik atau toko-toko obat” ujarnya.
Ia pun berharap aparat penegak hukum bisa merazia toko-toko atau apotek yang memperjualbelikan obat terlarang tersebut tanpa ketentuan yang berlaku.
“kami berharap para aparat penegak hukum atau kepolisian merazia tempat penjualan obat terlarang tersebut dan memberikan sanksi tegas kepada penjual” pungkasnya.
Awak media mencoba menyusuri beberapa toko obat dan di dapati seorang anak muda yang sedang membeli obat Tramadol tanpa resep dokter di wilayah Semper Barat dengan harga 1 strep isi 12 Rp40.000, sedangkan pemilik toko ketika dikonfirmasi enggan menyebut obat tersebut didapat dari mana.
Seperti diketahui Tramadol merupakan jenis obat keras yang dilarang dijual bebas tanpa resep dokter. Karena menurut Pakar obat tersebut dapat berdampak buruk bagi yang mengosumsi jika tanpa resep dokter.
Tramadol juga dapat mempengaruhi emosi dan perilaku yang disebabkan adanya ketidakseimbangan zat kimia di otak karena penggunaan obat ini dapat meningkatkan risiko perubahan suasana hati yang ekstrem, termasuk agresivitas dan ketika efek obat mulai hilang, pengguna sering merasa gelisah atau frustrasi, yang dapat memicu perilaku agresif sehingga dampaknya dapat mengganggu hubungan sosial dan meningkatkan risiko konflik dengan keluarga atau teman. (budi)